Bela Orang Lemah, Agama Islam Menentang Penindasan dan Ketidakadilan

Bela Orang Lemah, Agama Islam Menentang Penindasan dan Ketidakadilan

29 Maret 2022

dejurnalis.com-Dalam kehidupan, ada banyak hal kenapa ketidakadilan, penindasan, diskriminasi dan kedzaliman lainya bisa menimpa suatu individu maupun golongan.

Beberapa penyebabnya mulai dari latar belakang status sosial, kondisi ekonomi, ras, suku dan sebagainya. 

Golongan yang merasa lebih kuat, bisa saja menindas yang lemah. Penindasan dan ketidakadilan tentu tak sesuai dengan semangat yang dibawa oleh agama Islam.

 Islam justru hadir untuk membuat kehidupan di bumi jadi lebih baik, memperbaiki nasib makhluk dengan prinsip prinsip keadilan.

Menelusuri Sejarah Islam Pro Keadilan

Pada awal masa perjuangan Islam, ada banyak bukti mengenai Islam tegas menolak penindasan, ketidak adilan, diskriminasi dan perilaku zalim lainnya. 

Selain menyerukan ketauhidan, Nabi Muhammad SAW dan para sahabat juga menolak dan menentang berbagai bentuk ketidak adilan,penindasan, diskriminasi baik di bidang sosial, ekonomi dan bidang lainnya pada saat itu. Nabi nabi sebelumnya juga bersikap demikian. 

Contoh, Nabi Hud menentang pembangunan bangunan tinggi tinggi yang hanya digunakan untuk bermain, beliau juga menentang dibangunya benteng benteng yang menjadi sekat pembeda antar masyarakat.  

Contoh lainnya, Nabi Syu'aib menentang para saudagar yang berperilaku curang dalam berdagang hingga merugikan pihak lain dan masih banyak contoh lainnya.

Membela Kaum Tertindas Terekam dalam Al-Quran

Selain menentang perilaku zalim seperti penindasan, ketidakadilan dan diskriminasi, Islam juga sangat peduli untuk membela  orang orang yang dilemahkan. 

 Contohnya dalam istilah  kalimah al-mustadh’afin yang artinya orang-orang yang dilemahkan atau tertindas sebagaimana yang ada di surah An-Nisa’ [4] ayat 75.
 ٱلرِّجَالِ وَٱلنِّسَاۤءِ وَٱلۡوِلۡدَ ٰ⁠نِ ٱلَّذِینَ یَقُولُونَ رَبَّنَاۤ أَخۡرِجۡنَا مِنۡ هَـٰذِهِ ٱلۡقَرۡیَةِ ٱلظَّالِمِ أَهۡلُهَا وَٱجۡعَل لَّنَا مِن لَّدُنكَ وَلِیࣰّا وَٱجۡعَل لَّنَا مِن لَّدُنكَ نَصِیرًا

Artinya :
Dan mengapa kalian tidak mau berjuang di jalan Allah dan membela orang-orang yang lemah, baik laki-laki, perempuan, dan anak-anak yang berdoa, “Wahai Tuhan kami, keluarkanlah kami dari kota ini yang penduduknya berbuat zalim. Berilah kami perlindungan dari sisi-Mu dan jadikanlah bagi kami seorang penolong dari sisi-Mu.” [Q.S. An-Nisa’ (4): 75]

Penjelasan Ibnu Katsir 

Imam Ibnu Katsir memberi penjelasan, ayat tersebut diturunkan terkait dengan penduduk Makkah yang merasa jenuh tinggal di Makkah lantaran tindakan penindasan dan perlakuan diskriminatif yang menimpa mereka. 

Dalam Tafsir Mafatih al-Ghaib, Syekh Fakhruddin ar-Razi menerangkan, yang dimaksud   'al-mustadh’afin' dalam ayat tersebut adalah kaum muslim yang tinggal di Makkah dan mengalami perlakuan penindasan yang sangat pedih dari kaum musryik, namun mereka tidak mampu pindah dari Makkah menjauhi kaum kaum zalim.

Makna yang Bisa Direnungkan 

Dari uraian diatas, ada beberapa makna yang bisa direnungkan pada kondisi saat ini. Pertama, agama Islam benar benar hadir untuk kebaikan, keadilan seluruh penduduk bumi dan menentang berbagai bentuk penindasan, ketidak adilan, diskriminasi dan perilaku zalim lainnya. 

Kedua, bisa dimaknai bahwa agama Islam menganjurkan untuk membela orang orang yang dilemahkan atau tertindas (al-mustadh’afin). 

Namun pembelaan dilakukan tak hanya pada yang seiman atau sesama suku, dan ras atau golongan saja, melainkan kepada semua golongan tertindas. 

Namun, Islam juga menganjurkan dalam menegakan kebaikan harus dengan cara yang baik. Dalam melakukan pembelaan kepada orang tertindas sekalipun, tidak boleh menggunakan cara cara salah misalnya berkata atau bertindak kasar kepada para penindas. Sebaliknya harus dengan cara yang lembut.

Sikap lembut melawan ketidakadilan misalnya terekam dalam peristiwa Nabi Musa dan Nabi Harun dalam Al Quran. Meskipun keduanya diperintahkan oleh Allah untuk menentang perilaku Fir'aun yang mengaku Tuhan dan menindas rakyat Bani Israil. 

Allah memerintahkan Nabi Musa dan Nabi Harun untuk berkata baik kepadanya, meskipun kepada pelaku kezaliman seperti Firaun. Sebagaimana tercantum pada Q.S. Thaha (20): 43-44]  yang artinya :

"Pergilah kalian berdua pada Fir’aun, karena sesungguhnya ia telah melampaui batas. Maka berbicaralah kalian berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan dia sadar dan takut". [Q.S. Thaha (20): 43-44].

Itulah tadi artikel tentang Agama Islam menentang penindasan dan ketidak-adilan, semoga bermanfaat.